Selasa, 21 April 2015
Jumat, 17 April 2015
Senja Berarak Awan Mendung Pantai Nunhila
Awan mendung berarak menjelang senja |
Sebuah Perjalanan Panjang
Pantai Nunhila, awan gelap menemani saya menuju tempat ini. Sepanjang perjalanan saya juga bertemu rombongan pawai memperingati HUT Kota Kupang ke-19. Rasa jenuh mulai menghinggapi diri ketika perjalanan ini harus terhenti karena adanya rombongan pawai, melihat ke langit awan hitam mulai menebal menandakan akan turun hujan, rasa pesimis pun timbul akankah melanjutkan perjalanan ini. Namun perlahan seorang polisi mulai mengatur lalu lintas dan memberi jalan pada kendaraan untuk melanjutkan perjalanan. Semangat yang sempat hampir hilang tadi kembali terpupuk, memacu kendaraan semakin cepat beradu dengan tenggelamnya sang surya menuju lokasi pantai nunhila.
Barisan Kapal Para Nelayan
Setelah melalui perjalanan panjang tibalah saya di Pantai Nunhila rasa lelah menempuh perjalanan tadi terobati oleh pemandangan deretan kapal para nelayan di surutnya air laut di pantai Nunhila. Sambil mengabadikan momen senja di pantai ini saya di temani sekaleng kopi instan yg saya beli di perjalanan tadi.
Sungguh sore yang indah walaupun mendung melanda daerah ini. Menyusuri pinggir pantai ini sambil menyaksikan para ibu-ibu membantu suami mereka merapikan peralatan melaut, terlihat pula segerombolan anak-anak kecil bermain bola kaki di atas pasir pantai. Penduduk di daerah ini sangat ramah, tak ragu mereka tersenyum kepada saya.
Akhir Perjalanan di Pantai Nunhila
Tak terasa hari semakin gelap dan rintik hujan pun mulai terasa menyentuh wajah dan tangan, saatnya bergegas pulang sebelum saya basah kuyup di pantai ini. Beberapa orang yang tadi terlihat di pinggir pantai mulai berlarian segera berteduh. Saya pun berlarian menuju kendaraan karena di tengah lautan terlihat kabut hujan mulai mendekati daratan. Sebuah perjalanan dan pengalaman baru buat saya, beradu cepat dengan turunnya hujan. Akhir dari perjalanan ini adalah berlarian berselimut awan mendung. Kisah yang tak terlupakan di pantai Nunhila Kupang Nusa Tenggara Timur.
Tak terasa hari semakin gelap dan rintik hujan pun mulai terasa menyentuh wajah dan tangan, saatnya bergegas pulang sebelum saya basah kuyup di pantai ini. Beberapa orang yang tadi terlihat di pinggir pantai mulai berlarian segera berteduh. Saya pun berlarian menuju kendaraan karena di tengah lautan terlihat kabut hujan mulai mendekati daratan. Sebuah perjalanan dan pengalaman baru buat saya, beradu cepat dengan turunnya hujan. Akhir dari perjalanan ini adalah berlarian berselimut awan mendung. Kisah yang tak terlupakan di pantai Nunhila Kupang Nusa Tenggara Timur.
Salah satu kapal nelayan bergambar bendera Barcelona FC berlabuh dipinggir pantai ini |
Rabu, 15 April 2015
Lembayung Langit Pelabuhan Namosain
Lembayung langit dari pelabuhan Namosain |
Dermaga Namosain yang terletak di daerah Namosain tidak jauh dari tanggul yang saya ceritakan sebelumnya (Baca juga : Menyapa Senja Di Tanggul Namosain). Berjarak kira-kira 20 menit dari kota kupang menuju ke arah Pelabuhan Tenau Kupang.
Senja Dermaga Namosain
Menikmati indahnya senja di pantai namosain, menanti hilangnya matahari di ufuk barat. Beberapa orang terlihat sedang kerja bakti membersihkan pantai. Dermaga namosain, sebuah dermaga yang belum selesai dibangun, namun telah bisa dipergunakan oleh beberapa orang untuk kegiatan sore hari, seperti jalan sore adapun yang bersama keluarga berkumpul sambil berfoto di dermaga ini. Adapun beberapa anak kecil yan berlarian bermain bola kaki bersama teman-teman. Sungguh sebuah pemandangan sore yang indah.
Anak Layangan
Beberapa anak bermain layang-layang |
Kapal nelayan yang merapat di pantai |
Sang Pembelah Lautan Kembali
Menjelang hari semakin malam, para nelayan mulai merapatkan kapalnya ke tepian. Beberapa orang di atas kapal mulai sibuk menurunkan peralatannya kedarat, beberapa yang lain sibuk mengikat tali jangkar. Mereka ada yang membawa hasil tangkapan ikan dari tengah laut. Kehidupan pantai sangat terasa di tempat ini.
Hari semakin malam, kegelapan pun mulai meliputi tempat ini. Orang-orangpun mulai bersiap meninggalkan dermaga ini. Yang tertinggal hanya bisikan angin dan debur ombak. Saatnya pula saya kembali ke rumah beristirahat setelah seharian bekerja, lelah yang terobati menikmati pemandangan senja di dermaga ini. Salam hangat dari dermaga namosain kupang nusa tenggara timur.
Pantai Namosain saat malam menjemput |
Selasa, 14 April 2015
Paradiso : Senandung Senja Melepas Sang Surya
Satu sisi keindahan lagi bagian dari kota kupang yang saya telusuri, sore ini menempuh perjalanan sekitar 30 menit dari kota kupang tibalah saya pada pantai paradiso, sebuah tempat yang indah dan unik. Keunikan yang saya temui adalah tumbuhnya sebuah pohon besar di tengah laut. Lembayung langit menandakan senja akan segera tiba, bergegas menjemput sang malam. Debur ombak menambah dingin suasana senja disini. Beberapa orang masih terlihat duduk menikmati terbenamnya sang surya di ufuk barat. Berbeda dengan beberapa tempat yang sudah saya kunjungi. Suasana khas di pantai paradiso yang membuat saya betah menikmati senja ini. Jauh dari keramaian kota, kicau merdu burung laut yang saya rindukan.
Perlahan sang surya menenggelamkan diri, bagian terbaik dari perjalanan ini adalah kepuasan tersendiri mengabadikan senja di pantai ini, sesaat tenggelam dalam rasa nyamannya kegelapan, semakin terdengar jelas debur ombak yang terpecah. Saatnya pulang, suatu hari entah kapan saya akan kembali kesini mengabadikan momen yang berbeda menikmati keindahan pantai. Salam hangat dari pantai paradiso kupang nusa tenggara timur.
Senin, 13 April 2015
Menyapa Senja di Tanggul Namosain
Pantai Namosain & deretan perahu nelayan |
Kala senja di pelabuhan baru Namosain |
Beberapa perahu nelayan yang menepi |
Tidak seperti biasa sore ini saya duduk di daerah Namosain tepatnya penduduk daerah sini menyebutnya tanggul, sebuah tempat berjarak 20 menit dari Kota Kupang. Memandang kejauhan deretan perahu nelayan telah merapat ke tepian. Tak banyak yang dapat di ceritakan disini hanya menikmati deburan ombak yang pecah di bebatuan. Daerah ini bukanlah tempat yang sepi, beberapa muda mudi tampak duduk menikmati pemandangan, ada yang bersama pasangan, teman, tak sedikit pula yang sendirian. Sebuah tempat yang tepat melepas kelelahan setelah seharian bekerja. Memang tempat ini bukanlah tempat yang sepi, namun rasa lelah seharian terobati dengan keindahan pantai di depan mata. Malam menyapa senja dari Tanggul Namosain Kupang Nusa Tenggara Timur.
Sunset di tanah anarki
Saat sunset di Pasir Panjang |
Kapal nelayan |
Cukup adil, menjadikan tempat ini satu-satunya pinggir pantai yang masih bisa di nikmati beberapa tahun terakhir ini sebelum hilang tergerus oleh pembangunan di daerah ini dan tergantikan oleh bangunan hotel dan tempat hiburan.
Dawai Sasando Sang Maestro
Sang Maestro Jeremias Ougust Pah |
Penghargaan Maestro |
Alat musik tradisional masyarakat Rote itu telah ada sejak puluhan
tahun lalu dan menghasilkan suara kombinasi dari tiga alat musik; harpa,
piano, dan gitar plastis. Sasando bukan sekadar harpa, piano, atau
gitar tetapi tiga alat musik dalam satu ritme, melodi, dan bass. Jadi
meskipun merupakan alat musik tradisional, universalitas sasando berlaku
menyeluruh. Tersebutlah nama seorang Maestro seni musik tradisional Jeremias Ougust Pah. Menyempatkan diri berkunjung ke rumah kediaman sang maestro di desa Oebelo, Timor Barat. Sambutan hangat dari keluarga sang maestro yang saat itu sedang sibuk menganyam daun lontar yang sudah dikeringkan untuk dijadikan alat musik sasando. Tak lama kemudian sang maestro telah siap mempertunjukan kebolehannya memainkan alat musik dari pulau Rote tersebut. Permainan dawai sasando alunan musik daerah yang dimainkan sang maestro sungguh luar biasa terdengar. Bercengkrama bersama dengan beliau menceritakan beliau baru saja pulang dari malaysia memainkan sasando di acara seni budaya disana. Tak hanya malaysia, beliau juga sudah berkeliling di beberapa negara mewakili NTT memperkenalkan dan mementaskan alat musik sasando, memperdengarkan permainan dawai sasando kepada masyarakat di berbagai negara.
Ti'i Langga, topi daerah dari Pulau Rote yang selalu digunakan dengan bangga oleh sang Maestro saat pentas seni budaya Sasando dimana pun. |
Beberapa piala yang didapatkan sang maestro |
Sabtu, 11 April 2015
Pagi di bawah jembatan merah Manutapen
Sungai di bawah jembatan Manutapen |
Terletak di sebuah tempat yang penduduk setempat menyebutnya daerah Manutapen, pagi ini ditemani kekasih tercinta pergi mengejar aliran air di sungai ini. tepat di atas sungai ini ada sebuah jembatan berwarna merah. Untuk mencapai tempat ini di butuhkan waktu hanya 15 menit dari kota kupang. Di sudut tempat ini aku menemukan jernihnya air yang mengalir, sebuah pagi yang tenang hanya ada aku, sang kekasih, dan alam yang
Berselimut Langit Malam
Sekawan Pro berselimutkan bintang |
Langganan:
Postingan (Atom)